Cuaca cukup terik hari
ini. Membuatku malas untuk beraktivitas di luar. Emm sudah hampir satu jam aku
berada dalam bis untuk menuju kampus. Sebenarnya tidak ada mata kuliah. Tapi,
aku harus membeli snack untuk acara 10 Menara yang akan diadakan oleh
organisasai kami, LDK Yang hanya menghitung hari lagi. Makanya, kami harus
cepat bergerak. Namun, sejauh ini dana usaha kami masih minim. Koordinator saja
sampai mengeluh padaku.
Akhirnya tiba juga di
depan kampus biru tercinta. Namun, tujuanku bukan ke kampus melainkan ke pasar
pagi yang terletak di salah satu jalan dekat kampus. Baru saja kumelangkahkan
kaki hendak turun dari pintu belakang bis, tapi tiba-tiba seorang lelaki dan siswi SMP menghalangiku. Aku berbalik
memutuskan untuk lewat dari pintu depan saja. Baru saja berbalik, tanpa
kusadari tangan lelaki tadi sudah berada di dalam tas dan sedang memegang
ponselku. Sontak aku memegang tangannya
“ sudah, jadilah pulok kak nag nyopet ne…!” desisku dengan bahasa Palembang. Semua mata
penumpang tertuju padaku. Aku hanya tersenyum dan langsung turun.
Diperjalanan, aku
singgah pada sebuah masjid. Memang sekarang sudah memasuki waktu zuhur.
Terlebih sekarang sudah pukul 12.30 WIB. Telah setengah jam aku melalaikan
waktu shalat. Alhamdulillah, empat rakaat sudah selesai kutunaikan. Rasanya
begitu tenang dan jiwa terasa lebih hidup. Mengingat hari sudah hampir sore,
takut keburu tokoh juga ditutup. Aku buru-buru melangkahkan kaki untuk menuju
pasar. Belum jauh langkahku dari masjid, kutertegun melihat sosok lelaki paru
baya dengan beberapa mainan anak-anak dipanggul. Dia melangkah tanpa ada alas
di kakinya. Dengan suara yang lantang berulang kali ia berteriak menawarkan
dagangannya. Mata itu begitu sayu dengan wajah yang memelas. Aku terenyuh,
hatiku terasa pilu. Tanpa terasa bulir bening sudah mengalir dari kedua sudut
mataku.
Aku teringat pada
sosok yang selama ini sangat berjasa dalam hidupku. Yang begitu ikhlas dalam
bekerja. Ya Aba. Dia bekerja pagi sampai sore hanya untuk memenuhi kebutuhanku
kuliah. “ya Allah begitu mulianya dan luar biasa ayah-ayah di dunia ini. Tidak
perduli tubuhnya sudah rentah, usianya yang tua, namun dia tetap mencari nafkah
untuk keluarganya. Terima kasih Ya Robb, Engkau berikan aku seorang Aba yang
sangat subnallah. Ampuni dosanya Ya Robb dan mudahkanlah rezekinya untuk
menghidupi kami”. Aku membantin.
Kuusap airmata
perlahan, lalu melanjutkan perjalanan. Wajah lelaki itu juga mengikuti jejak
langkahku. 22 tahun lama kuberada di bumi Allah, namun kubelum bisa
membahagiakan kedua orangtuaku. Terutama Aba, yang telah bersusah payah,
menguras tenaga bahkan mengurangi jatah tidurnya hanya untuk mencari biaya agar
kutak putus kuliah. Terima kasih Ya Allah atas anugerah-Mu ini. Sungguh Aba
adalah pahlawan dalam kehidupanku.
UNTUKMU
AYAH TERCINTA
Lama tak berjumpa denganmu Ayah
Lama tak menyapamu
Lama tak mendengar
tawamu
Lama tak melihat senyum manis itu
Sungguh aku begitu rindu
Yah…
Telah
banyak yang kau berikan untukku
Namun,
tak pernah kudengar keluhan, rintihan
Atau
pun penolakan akan takdirmu
Begitu
ikhlas dan tulusnya hati menyayangi
Yah…
Kutahu
betapa beratnya pikulan bebanmu
Kutahu
betapa pilunya hatimu
Ketika
kami membatah, menolak perintah
Tapi,
kuyakin bagimu itu tak jadi masalah
Kau tetap berdoa, berusaha
Untuk
kami berakhlak mulia
Terima
kasih Yah
Engkau
pahlawan juga tanpa tanda jasa
Engkau
ibarat lilin yang mampu terangi jiwa
Kala
diri ini jatuh dan terluka
Engkau
mampu kembalikan rasa bahagia