Senin, 19 Mei 2014

TULUSNYA HATI SEORANG AYAH


Cuaca cukup terik hari ini. Membuatku malas untuk beraktivitas di luar. Emm sudah hampir satu jam aku berada dalam bis untuk menuju kampus. Sebenarnya tidak ada mata kuliah. Tapi, aku harus membeli snack untuk acara 10 Menara yang akan diadakan oleh organisasai kami, LDK Yang hanya menghitung hari lagi. Makanya, kami harus cepat bergerak. Namun, sejauh ini dana usaha kami masih minim. Koordinator saja sampai mengeluh padaku.
Akhirnya tiba juga di depan kampus biru tercinta. Namun, tujuanku bukan ke kampus melainkan ke pasar pagi yang terletak di salah satu jalan dekat kampus. Baru saja kumelangkahkan kaki hendak turun dari pintu belakang bis, tapi tiba-tiba seorang lelaki  dan siswi SMP menghalangiku. Aku berbalik memutuskan untuk lewat dari pintu depan saja. Baru saja berbalik, tanpa kusadari tangan lelaki tadi sudah berada di dalam tas dan sedang memegang ponselku. Sontak aku memegang tangannya  “ sudah, jadilah pulok kak nag nyopet ne…!”  desisku dengan bahasa Palembang. Semua mata penumpang tertuju padaku. Aku hanya tersenyum dan langsung turun.
Diperjalanan, aku singgah pada sebuah masjid. Memang sekarang sudah memasuki waktu zuhur. Terlebih sekarang sudah pukul 12.30 WIB. Telah setengah jam aku melalaikan waktu shalat. Alhamdulillah, empat rakaat sudah selesai kutunaikan. Rasanya begitu tenang dan jiwa terasa lebih hidup. Mengingat hari sudah hampir sore, takut keburu tokoh juga ditutup. Aku buru-buru melangkahkan kaki untuk menuju pasar. Belum jauh langkahku dari masjid, kutertegun melihat sosok lelaki paru baya dengan beberapa mainan anak-anak dipanggul. Dia melangkah tanpa ada alas di kakinya. Dengan suara yang lantang berulang kali ia berteriak menawarkan dagangannya. Mata itu begitu sayu dengan wajah yang memelas. Aku terenyuh, hatiku terasa pilu. Tanpa terasa bulir bening sudah mengalir dari kedua sudut mataku.
Aku teringat pada sosok yang selama ini sangat berjasa dalam hidupku. Yang begitu ikhlas dalam bekerja. Ya Aba. Dia bekerja pagi sampai sore hanya untuk memenuhi kebutuhanku kuliah. “ya Allah begitu mulianya dan luar biasa ayah-ayah di dunia ini. Tidak perduli tubuhnya sudah rentah, usianya yang tua, namun dia tetap mencari nafkah untuk keluarganya. Terima kasih Ya Robb, Engkau berikan aku seorang Aba yang sangat subnallah. Ampuni dosanya Ya Robb dan mudahkanlah rezekinya untuk menghidupi kami”. Aku membantin.
Kuusap airmata perlahan, lalu melanjutkan perjalanan. Wajah lelaki itu juga mengikuti jejak langkahku. 22 tahun lama kuberada di bumi Allah, namun kubelum bisa membahagiakan kedua orangtuaku. Terutama Aba, yang telah bersusah payah, menguras tenaga bahkan mengurangi jatah tidurnya hanya untuk mencari biaya agar kutak putus kuliah. Terima kasih Ya Allah atas anugerah-Mu ini. Sungguh Aba adalah pahlawan dalam kehidupanku.


            UNTUKMU AYAH TERCINTA

Lama tak berjumpa denganmu Ayah
Lama tak menyapamu
Lama tak mendengar tawamu                                        
Lama tak melihat senyum manis itu
Sungguh aku begitu rindu

            Yah…
            Telah banyak yang kau berikan untukku
            Namun, tak pernah kudengar keluhan, rintihan
            Atau pun penolakan akan takdirmu
            Begitu ikhlas dan tulusnya hati menyayangi
           
                        Yah…
                        Kutahu betapa beratnya pikulan bebanmu
                        Kutahu betapa pilunya hatimu
                        Ketika kami membatah, menolak perintah
                        Tapi, kuyakin bagimu itu tak jadi masalah
                        Kau tetap berdoa, berusaha
                        Untuk kami berakhlak mulia
                       
            Terima kasih Yah
            Engkau pahlawan juga tanpa tanda jasa
            Engkau ibarat lilin yang mampu terangi jiwa
            Kala diri ini jatuh dan terluka
            Engkau mampu kembalikan rasa bahagia       

            

Sabtu, 18 Januari 2014

Sepercik Harapan

hari-hari lalu terasa indah..
begitupun hari ini...
masih ada harapanku untuk berubah
memperbaiki semuanya...


biarlah kesalahan-kesalan lalu
menjadi penabur tangisanku
untuk senantiasa bersujud padamu
karena memang pada-Mu jua kuberserah


kuyakin..
sepercik harapan itu masih tersurat
dan tercatat untukku..
semoga kubisa jalani dan pertahankan semua